Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 7

Karena kita harus berlari cepat, sebelum semuanya jadi terlambat.

Media yang kuat butuh rakyat yang terlibat, mengelola kebebasan dengan bertanggung jawab.

Akhirnya politik menjadi soal modal, rakyat diajarkan memilih yang terkenal.

Rakyat diajak jadi penonton yang bertepuk tangan yang bayar tiket berupa pajak dan aneka pungutan.

Karena kemerdekaan yang gagal diisi hanya akan menjadi narasi yang penuh basa-basi.

Ruang publik didefinisikan oleh uang, air di kampung pun kering kerontang.

Membuat publik melek informasi, agar tak mudah termakan fitnah dan caci maki.

Dalam narasi-narasi hidup yang nyata, perempuan menjadi kekuatan tak terbatas.

Selamat ulang tahun Jakarta, kau tampak tua dan benar-benar lelah.

Siswa niscaya akan haus pengetahuan, ijazah takkan mengakhiri proses pembelajaran.

Kekurangan jangan terlalu dikhawatirkan, selama kepemimpinan berjalan penuh keterbukaan.

Pasar bebas segala aspirasi, sekaligus medan ilusi penobatan diri.

Tugas guru bukan menjejalkan pelajaran, guru harus menghidupkan pengetahuan.

Bukankah melelahkan jika selalu ikut tren, apalagi hanya agar dianggap keren.

Gaya komunikasi yang kerap tak berisi, membuat kita bertanya apakah para petinggi ini sesungguhnya mengerti?

Kebenaran guru bukan hal yang absolut, karena murid bukan kerbau yang harus serba nurut.

Hukum yang terbiasa menghamba orang berkuasa, akhirnya sepele membela si lemah.

Jika pemimpin tidak harmonis, rakyat juga yang akan teriris.

Kenyamanan jauh lebih menggoda, kemapaman dianggap lebih utama.

Media selalu punya kesempatan emas, membangun keterlibatan sosial dan solidaritas.