Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 9

Rakyat tidak bodoh dan tuli, mereka tahu siapa pemimpin yang peduli.

Sidang itu tak boleh hanya jadi tontonan apalagi dagelan, ini ujian integritas bagi dewan kehormatan.

Tak akan ada pemberdayaan lebih kekal berkelanjutan, tanpa melibatkan perempuan.

Drama demi drama tak habis-habisnya mengemuka kontroversi demi kontroversi terus menyita tenaga.

Harta, asmara dan ambisi berlebihan, menghalalkan kebiadaban menggerus perikemanusiaan.

Kasus misterius dibuka dengan data, mengusik mereka yang berdosa. Membuka jalan agar keadilan tak kandas, asalkan hukum tak dipangkas.

Ketika hukum tunduk tak berdaya, oleh transaksi dan tekanan kuasa.

Kebiasaan lama yang sulit berubah, terjadi karena korupsi dan ketamakan dianggap biasa.

Media menggenggam publik luar biasa, katanya sabda lakunya menyerupai mantra.

Pemimpin yang enggan berbagi, sama saja ingin menang sendiri. Bila egoisme tak diakhiri, pasti ditutup dengan pecah kongsi.

Selama ini raga koruptor terpenjara, tapi bisnis dan hidup sosialnya lancar jaya. Ada yang salah dalam sistem hukum kita, terutama bobot hukuman dan efek jera.

Tokoh sejarah memercikkan api inspirasi, hanya jika dipelajari secara rinci.

HIV/AIDS bukan masalah individual, kasus & korbannya menunjukkan jejak struktural.

Pengacara berdaya menegakkan hukum, ketika negara hanya kekuasaan belaka. Tapi laku pengacara ideal hanya bisa tercipta, jika mereka hidup dalam keseimbangan rasa.

Sebab Indonesia dibangun tokoh-tokoh yang memandang jauh ke depan, bukan hanya sibuk sandang pangan apalagi perhiasan.

Apa yang pribadi pantang dikeluhkan, karena nasib publik layak didahulukan.

Atas nama popularitas, hakikat demokrasi pun diterabas.

Kemampuan membaca medan, kecerdikan melihat kesempatan, dibutuhkan di tengah persaingan.

Mari menyeru perlawanan lewat berbagai cara. Bekerja, mencipta, bersuara, bergerak dalam karya.

Tinggal tunggu waktu lahirnya generasi pencipta, mereka yang akan harumkan Indonesia dengan karya.