Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 6

Saat pragmatisme menjadi sobat kekuasaan, idealisme yang akan menyemai perlawanan.

llmu politik ilmu utak-atik, para konsultan menjadi juru taktik.

Ratusan pilkada jangan menjadi sekadar seremoni, suksesi harusnya bukan sekadar arena negosiasi.

Saat pembangunan meperparah kemiskinan, ada perempuan yang utama menjadi korban.

Tidak gampang takluk oleh kegagalan, terus mencipta momen kebangkitan.

Demokrasi tidak untuk melayani penguasa, demokrasi ditujukan memuliakan warga negara.

Pada kaum muda kita menitip masa depan, jangan biarkan jiwa mereka hangus oleh ego dan dendam.

Pelayanan jadi sapi perah, kewajiban terlacur menjadi hadiah.

Pendidikan politik entah ke mana, rakyat hanya untuk diperebutkan suaranya.

Saat tembok kelas sosial menganga, penderitaan manusia tinggal jadi berita. Setiap hari dalam ancaman nasib, hari ini mati atau sekadar bertahan lagi.

Tanpa perubahan cara berpikir, pindah ibu kota hanya pindah masalah.

Memperbaiki martabat anggota dewan memang butuh seluruh rakyat dan segenap tekad kuat.

Hukum yang memuat harga, mengubah lapas jadi persinggahan mewah.

Tidak sekedar memburu kapital, Indonesia lebih butuh solidaritas dan modal sosial.

Parpol mempromosikan calegnya, seperti boneka di pigura rumah kaca.

Menteri memang jabatan politis, tapi bukan berarti harus dijalankan secara nepotis.

Nasionalisme bukan slogan mati, tapi pengorbanan kolektif membela visi.

Kita perlu belajar dari sejarah yang begitu jelas, mangurangi gaduh politik yang kerap tak berkelas.

Pilkada langsung atau perwakilan apakah bermakna, jika kepercayaan publik terhadap partai & parlemen nyaris sirna.

Karena itu jadilah seorang pembaharu, biar orang lain yang ikut meniru. Daripada terus mengikuti tren tanpa henti, sebab hidup bisa habis tanpa diisi.