Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 22

Istana kini jadi lebih terbuka, protokoler biasa mengubah berbagai rencana.

Jabatan di kabinet seolah kendaraan, untuk mengumpulkan pendapatan, demi melanggengkan kekuasaan.

Jabatan sudah di depan mata, gunakanlah atau segera putuskanlah.

Jangan pernah takut membela hak anda, sebab keadilan bukan soal siapa tetapi apa dan bagaimana.

Jelas bukan partai atau sosok yang berjaya, namun akal sehat kita yang masih terjaga.

Karena menang pilpres hanya kerja pertama, memperbaiki negerilah yang jadi tugas utama.

Karena Presiden yang terhormat, ialah yang berdiri tegak di atas kepentingan rakyat.

Kematian memang rahasia Tuhan. Tapi kejahatan kemanusiaan, tak boleh dibiarkan.

Kesadaran publik lama absen, saat warga dimaknai sebagai konsumen.

Ketika memutuskan menjadi seorang pemberontak, hidup harus diabdikan untuk orang banyak.

Kontes-kontes kecantikan, jadikan perempuan sebagai objek perdebatan.

Melawan akhirnya menjadi keharusan, saat hak-hak warga dirampas dengan gampangan.

Mencari jalan tengah sering tak terhindarkan, konsep yang serba ideal sering ditepikan.

Mengisi ruang kosong pemerintah, bertindak nyata bukan sekedar banyak kata.

Menilai hidup dari kerja nyata, bukan semata posisi dan harta benda.

Mereka yang menjadi wakil, layak dapat porsi yang adil. Tapi penting untuk tahu diri dan saling mengerti posisi.

Moral dan agama selalu harus dijaga, tapi tidak dengan pukul rata.

Negara tidak boleh lebih lemah, dari para pengancam yang menjual dogma.

Para jurkam sibuk bekerja, berperan sebagai makelar suara. Dikenal dan disukai, akhirnya jadi obsesi.

Pemilih disiapkan menjadi tameng massa, membela elit yang bersengketa.