Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 20

Rumah Tjokro menjadi perguruan, tempat pejuang muda ditempa berbagai pelajaran.

Tak mungkin Jakarta berubah, jika segala masih bertumpuk di sana.

Televisi seakan menjanjikan banyak harapan, tentang hidup yang mewah penuh keglamoran.

Timur bukan tanah yang dijanjikan, timur adalah tanah yang terus diberi janji dan harapan yang tak pasti.

Transparansi merupakan hal yang genting, akuntabilitas menjadi begitu penting.

Abdi negara mengurus rakyat, itulah hajat hidup utama seorang pejabat.

Ada pelacuran yang dihapuskan, ada yang dibiarkan dengan pengaturan.

Antara yang serius kerja dan yang sekadar cari nama akhirnya tak jelas lagi batasnya.

Aparat tentu bisa salah, tapi bukan merekayasa kasus penuh sengaja.

Gerakan mereka membumi dan nyata karena hidup memang sederhana ingar-bingar hanya bunga-bunganya.

Harga yang tinggi, ekonomi dan sektor energi menjadi awal pemicu sangsi.

Jika yang tergores ada padamu, yang mengerang haruslah suaraku.

Kegaduhan di 2015 pekat intrik elit, begitu sedikit memperjuangkan kepentingan publik.

Kita kadang sering lupa, demokrasi adalah sejenis pasar pula.

Kriminalisasi juga harus selekasnya dihentikan, agar orang-orang bersih bisa terlibat tanpa ketakutan.

Mengaktifkan pikiran secara merdeka, agar kreatifitas tumbuh dengan leluasa.

Menteri-menteri boleh silih berganti tapi Tuan Presiden tak boleh kehilangan arah dan visi.

Mereka mengetuk pintu peradilan dengan keras, saat hak yang paling dasar telah dirampas.

Naiknya berbagai harga seperti isyarat, tentang tahun yang sepertinya akan berat.

Pemimpin jangan cuma reaktif, tapi wajib punya inisiatif.