Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 17

Dunia santet dirambah, untuk sejengkal kuasa yang durhaka.

Gerak-geriknya mutlak dibatasi, di balik dinginnya jeruji besi. Itulah fungsinya pemenjaraan, sebagai bentuk penghukuman.

Indonesia tak tersusun dari batas peta, tapi gerak dan peran besar kaum muda.

Inspirasi datang dari hidup yang tahan uji, pemimpin muncul dari tempaan yang tiada henti.

Jadi apa pelajaran tembak mati dan tiang gantungan? Berikan jawaban kematian bukan perdebatan yang menyimpan keraguan.

Keberhasilan hanya soal waktu, bagi mereka yang tekadnya sekeras batu.

Kekuasaan bukan untuk digenggam, melainkan untuk digunakan.

Kekuasaan yang bersekutu dengan korporasi, sering tak malu menjual murah negerinya sendiri.

Kita harus mengambil pelajaran inti, dari sekadar potong jari dan hukuman mati.

Komitmen yang labil soal isu korupsi, menggerus rasa percaya begitu dini.

Menteri-menteri dari partai politik, kerap kali disibukkan urusan politik. Korupsi juga masih menggurita, sejumlah menteri akhirnya ditangkap KPK.

Mereka datang memberi tanda, memacu efek latah dukungan suara.

Nasib rakyat sering terlupa, sebab kepada dukun mereka percaya.

Para politisi bernegosiasi, orang suruhan lincah mengikuti, edarkan pelicin di ruang lobi.

Percuma berharap pejabat bersih, jika profesi dilakoni tanpa harga diri.

Politik semakin dalam tereduksi, menjadi ajang 5 tahunan memilih elit politisi.

Rakyat berhak dihadiahi menteri yang bermutu, yang tidak hanya sibuk urus partainya melulu.

Saat negara menginjak hak hidup mereka, orang-orang bersahaja dipaksa berperkara.

Saat pemberi perintah tertangkap, orang suruhan pun kena perangkap. Mereka mungkin hanya korban, nafsu ketamakan para atasan.

Semakin banyak gerakan sosial yang spesifik bukti warga lebih berdaya dari negaranya.