Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 16

Penjara semestinya nestapa dunia, bukan sebisanya menjadi surga.

Politik akhirnya semata soal kemasan, yang dipajang untuk dijualbelikan.

Politik seharusnya soal sehari-hari, memecahkan masalah publik penuh peduli.

Putusan majelis kehormatan harus jadi renungan, adakah yang paling memuakkan yang belum dilakukan anggota dewan?

Ragam Indonesia sangat kaya, dari kerudung dan sarung, hingga kebaya dan koteka.

Struktur kekuasaan wajib dibenahi, menutup jalan bagi budaya korupsi.

Untuk sebuah kejahatan luar biasa, korupsi ditangani dengan sangat biasa-biasa. Penjaranya tak membuat efek jera, hukuman finansialnya cuma ala kadarnya.

Banyak yang sukses dan kaya raya, juga yang merasa siap memimpin bangsa.

Butuh seluruh dukungan politik untuk KPK bekerja dari kepala negara hingga wakil rakyat kita.

Kantor bisa di mana saja, sebab kerja tak melulu di belakang meja.

Kaum mapan adalah musuh utama, bagi pemimpin untuk mengubah kota.

Korupsi merajalela tanpa henti, dicontohkan pejabat silih-berganti. Atas nama partai bahkan agama, korupsi selalu menemukan justifikasi.

Mempertontonkan pembagian kekuasaan, seolah-olah itu hadiah dari Tuhan.

Menjadi pejabat publik bukan ajang bergaya, sekadar bagi-bagi jatah trias politika.

Menyimpan kegaduhan picisan, menolak menyebar kegalauan melelahkan.

Pelacuran bisa dilihat berbeda-beda, masalah agama atau sosial semata. Keduanya punya pembenaran, atas nama moral atau alasan pengawasan.

Penguasa bisa kalah berkali-kali, namun negara-bangsa harus dibela mati.

Protagonis dan antagonis beradu kemahiran saling berebut jadi pusat perhatian.

Semakin instan hidup bergerak, semakin marak dukun bertindak.

Terus belajar dan mencari selagi muda, tidak hanya ikut dengan cuma-cuma dan tanpa bertanya.