Kutipan dari Moammar Emka - Halaman 3

Rindu dan kamu itu seperti angin. Tak bisa kulihat, tapi kurasakan kehangatan juga kegelisahannya.

Belum selesai juga aku membacamu. Membolak - balik halaman tentang rahasia - rahasia yang kau bisikan padaku dimalam itu, juga lelucon - lelucon konyol dalam cengkrama kita. belum puas aku membacamu. Tak ingin aku menemukan kata 'tamat' di akhir buku tentangmu. Kau kubaca lagi; kali ini dgn rindu.

Bukan soal berani atau tidak, tapi lebih karena kesadaran menerima kenyataan. Hitam putih itu jelas beda warnanya.

Dear you, Lirih Seketika Dan... ada lirih seketika yang menampar ketermanguan. Kosong kudekap, di pagiku yang sunyi-tanpanya; dalam dekat, dalam jarak. Kutelan pedih yang mengiring sendiriku di tempias getar yang tak bergemuruh memski membentur bibir ombak. Aku pasrah dan semoga belum kalah.

Segala dalil untuk membuatku kembali menghunus damba, kuingkari dengan membiarkan kecewa dan laraku mengendap dalam emosi yang membara.

Menjadilah terang cahaya, biar tak perlu lagi kubumbui pelukan dengan tanya berkepanjangan.

Begitu datarkah sapa yang kuretas atau semata karena terlalu lama kita berjarak dan saling bungkam dalam kebisuan?

Apakah aku telah memberhalakan sesuatu yang tak pasti? berharap keajaiban datang dan tahu-tahu kita bersatu di rumah cinta?

Cinta mencakup segala ruang. Dalam terang, ia cemerlang. Dalam gelap, ia merupa cahaya. Dalam diam, ia berkata-kata.

Inikah pagi? hmmmm. kenapa masih seperti kemarin? Hanya sunyi yang mengetuk keterasingan berulang - ulang.

Rasakan detaknya! Kan kamu dapati nadiku menyisir halaman hatimu dalam kepatuhan janji.

Betapa susah untuk memahami arti diri. Betapa sulit menyelami maunya hati.

Kadang cuma butuh satu helaan napas panjang buat menyudahi penat hari ini sambil membayangkan sepotong senyumanmu.

Love is blind. Karena cinta tidak butuh mata. Kenapa harus menyesali saat cinta putus. Ambil nilai terindahnya aja. Lupakan sisi pahitnya. Cinta akan menjadi lebih berharga maknanya.

Bagiku, setidaknya perpisahan ini bukan akhir. Masih ada hari esok untuk membuka lembaran baru jika yang lama enggan, atau tutup buku.

Setelah perpisahan, menunggu kamu itu tak ubahnya putaran nasib. Mungkin, tidak, mungkin, tidak, mungkin. Biarkan saja, setidaknya aku masih bisa menunggu.

Jika saja hati itu seperti buku terbuka, betapa indahnya membaca dan menuliskan cinta, untukmu.

Lelap tak terjamah. Bersanding sepi, kumamah pagi bersemi sedih - tak terperi. Menyudutkan bahagia ke tepi.

Luka rindu ini mulai memanen kesakitan di setiap incinya.

Ada banyak cara mencintaimu, dan aku memilih satu cara saja, membuatmu lebih berbahagia.